“Laila....!!”
Ku
menoleh kebelakang, “Bagaimana kabarmu?”
“Mas
Aryo... alhamdulillah baik-baik saja,,,mas Aryo sendiri bagaimana?” jawabku
pada pemuda tampan itu yang sudah lama aku taksir sejak awal aku bertemu dia
saat MOS di SMA ini.
“Alhamdulilah
baik-baik juga,kamu masih se-kos-an dengan Ela kan??”
Bagai hati ini terhantam batu besar dari Merapi
mendengar nama Ela yang keluar dari bibir manisnya,namun tetap ku sembunyikan
perasaan sakit itu,ku tetap menampilkan wajah cerah yang penuh dengan
kebahagiaan,aku tak mau dia tahu tentang perasaanku.
“Hai...Laila..!!”
kata mas Aryo membuyarkan lamunanku.
“Emh....iya,aku
masih se-kos-an denganak Ela,mau nitip salam mas?” kataku sambil hati ini
menahan sakit yang luar biasa.
“He
he he...nitip ya?” jawab mas Aryo sambil meringis penuh bahagia.
“Salam
apa mas?” godaku padanya,ya untuk menutupi semua rasa yang aku miliki padanya.
“Enaknya
salam apa?” katanya dengan pandangan menerawang ke angkasa
“Sayang
dan cinta aja wes...”sambungnya.
“Iya
dehhh...ntar aku sampaikan,,,”
“Makasih
sayangku Laila..” katanya sambil menyubit pipiku penuh kegirangan dan ngeloyor
begitu saja meninggalkan aku sendiri dengan sakit hatiku.
“Sama
sama mas Aryoku sayang..”kata ku dalam hati, andai kata sayang dan cubitan itu
tadi tanda cintanya padaku... Namun itu adalah suatu mimpi yang tak akan pernah
terwujud, ya mimpi yang sampai saat ini begitu menyesakkan dada. Tak ku sadari
air mata berderai membasahi pipi, tiada yang tahu tentang perasaanku pada mas
Aryo,seberapa dalam dan pedih yang ku alami. Aku tak pernah mau bercerita pada
siapa-siapa,aku terlalu malu untuk mengatakannya, ya ... Untuk aku gadis desa
yang tak pantas untuk seorang seperti mas Aryo, seorang yang tampan, kaya,
pinter dan populer di sekolah. Sedang aku...?anak bawang yang dekil dan tak ada
yang pernah mengenal aku, tidak seperti mbak Ela yang cantik, pintar dan
terkenal.
“Laila....”
“Iya...”
jawabku spontan karena kaget sambil kuhapus air mataku untuk menghilangkan
jejak pedihku.
“Ngapain
disini sendiri?” tanya Lala- cewek gendut berkaca mata-, dialah satu-satunya
orang yang mengenal baik aku di sekolah.
“Tak
apa.... gimana Pr mu hari ini,udah selesai??”
“Udah
dong...aduh Laila hari ini aku bahagia banget...” katanya padaku dengan muka
yang merona berkilau terkena sinar mentari pagi.
“Sini
deh....” sambil menggeret tanganku ke bangku taman
“Apa
sih..?”
“Tadikan
aku ketemu mas Aryo,katanya “Lala..dapat salam dari Danu..” tau kan dia, cowok
yang aku taksir...aduh rasanya lemes badan ku....melayang-layang?”
Saat ku dengar nama mas Aryo,pikiranku mulai
melayang menjelajahi alam khayalan untuk menemui mas Aryo dan akan ku katakan
cinta padanya.
“Mas...
Laila sayang mas Aryo..”
“Iya
Laila, mas Aryo juga sayang kamu, kita akan merajut benang cinta dengan
kesucian dan dengan kesetiaan kita kan selalu bersama..” katanya sambil memegang
tanganku dan kemudian mencium keningku.
“Hello...laila...”
kata Lala membuyarkan lamunanku.
“Ya...”
kataku spontan karena kaget.
“Hih...dari
tadi ngelamun, gak dengerin ceritaku, tega banget...”
“Aduhh...maafin
deh..., aku lagi gak enak badan” terpaksa aku bohong untuk menutupi
kebodohanku.
“Kamu
sakit? ya udah pulang aja...kenapa gak bilang dari tadi??” kata Lala yang sudah
terlepas adari keamarahan, dan kini dia mengkhawatirkanku, “Maafkan aku
Lala...aku terpaksa bohong..” kataku dalam hati.
“Udah
ayo pulang, aku antar” sambil dia membangunkanku dari bangku taman.
Maafkan aku lala,aku tak ada niat membohongimu, aku
terpaksa lakukan ini, tak bisa ku katakan padamu tentang dia. Namun suatu hari
kamu kan mengetahuinya. Suatu hari,tidak sekarang...
~@@@@@@@~
“Sudah
pulang mbak...?”
“Iya...capek
bgt...gimana ulanganmu hari ini?”
“Lumayan
lah mbak...pusing..dapet salam dari mas Aryo, salam cinta dan sayang” sambilku
menyeduh teh. Sebenarnya aku pusing bukan karena ulanganku, tapi karena bertemu
dengan mas Aryo dan menitip salam ke sampean mbak...sakit sekali mbak, kataku
di lubuk hati.
“O
ya...?” tiba-tiba mbak Ela melompat ke kasur dan duduk di depanku tepat, dengan
wajah yang penuh bunga.
“
Aduh...mbak pelan-pelan aja dong..ini teh ku tumpah...” kataku sedikit sewot.
“Hehehe...maaf
deh...tadi gimana ceritanya??”
“Hih...”
sambil ku bersihkan air teh yang tumpah di kasur
“Aduh
masak gitu doang marah” katanya menggoda ku,sambil menyolek daguku.
“Apaan
sih mbak...” kataku sewot, aku bukan marah karena teh ini tapi marah karena
kenapa mabak Ela yang mendapat cintanya mas Aryo.
“Ayo
dong..” godanya
“Jadi
gini tadi, pas aku di lorong kelas 12, tiba-tiba mas Aryo manggil aku,dan
bilang nitip salam ke sampean, salam sayang dan cinta, hufh pake’ nyubit pipiku
pula...hah sakit tahu mbak..gantiin!!!”
“Ih
ogah...dia aja sono, kok aku..”
“Ih
entar mbak Ela cemburu, aku gak di sapa setahun deh..”
“Ya
iya lah...3 tahun malah..”
“Huh..”
pedih banget sebenarnya hati ini, ingin sekali aku menangis, mas Aryo, mengapa
harus kamu yang aku sayang dan mengapa harus bertepuk sebelah tangan??
Malam kian larut, kabut-kabut kesunyian semakain
menyelimuti, lama hati ini tak terisi akan cinta pada seorang pujaan hati, dan
sekarang ketika telah terisi malah tersakiti, aku yang mencintai namun aku tak
pernah di cintai. Mas Aryo pemuda tampan penuh kharisma yang sangat mencintai
mbak Ela. Betapa lara hati ini,berapa kali aku di ajak bercerita tentang sesama
oleh keduanya, aku diam, namun luka di hati semakin tebal, dulu aku mau katakan
bahwa aku menyukai mas Aryo, ingin ku ceritakan pada mbak Ela, namun di saat
bersamaan mbk Ela mengatakan bahwa dia merasakan hal yang sama dengan mas Aryo,
ku urungkan niatku, tak mungkin aku katakan, apakah aku mau menusuknya dari
belakang?? tidak!!! dia sudah aku anggap sebagai kakak sendiri, mbak Ela harus
menjaga mas Aryo jika suatu hari mbak Ela mendapatkannya. Besok aku ada janji
dengan mbak Ela, aku diminta menemaninya membeli sebuah baju di butik
kesayangannya, itu butik milik orang tua mas Aryo. Aku harap besok kami tak
bertemu dengan mas Aryo. Aku tak mau hati ini semakin terluka ketika aku
melihat mas Aryo dan mbak Ela bersama dengan semburat jingga cinta yang
terpancar di kedua bola mata mereka. Malam ini aku mau memejamkan mata, dan
berharap tak menemui mas Aryo dalam mimpi sebelumnya yang aku selalu
mendapatinya di ujung jalan di bawah remang cahaya lampu dan bersandar di tiang
lampu itu.
“Laila...”
sapanya di dalam mimpiku, kemudian memelukku, dan menangis. Entah apa yang ia
tangisi, aku tak pernah menanyakan, karena pelukannya yang begitu hangat dan
luluhkanku sehingga tak ada satupun katayang terucap dari bibir mungilku ini.
Malam ini aku tak mau menemuinya, aku melihat ujung jalan, aku akan berbelok di
sebuah tikungan, mungkin aku tak akan dapatinya….~bersambung~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar